Sabtu, 12 Juni 2010

Perkembangan Hadits Masa Sahabat dan Tabi'in

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Segala ucapan, perbuatan, ketetapan bahkan apa saja yang dilakukan oleh Rasulullah SAW menjadi uswah bagi para sahabat dan umat islam yang kita kenal sebagai hadits. Pada masa Rasulullah masih hidup, hadits belum mendapat perhatian dan sepenuhnya seperti Al-Qur’an. Para sahabt khususnya yang mempunyai tugas istimewa menghafal Al-Qur’an, selalu mencurahkan tenaga dan waktunya untuk mengabadikan ayat-ayat al-Qur’an di atas alat-alat yang mungkin dipergunakannya. Tetapi tidak demikian dengan al-Hadits, walaupun para sahabat memerlukan petunjuk-petunjuk dan keterangan dari Nabi saw dalam menafsirkan dan melaksanakanketentuan-ketentuan dalam Al-Qur’an mereka belum membayangkan bahaya yang dapat mengancam generasi mendatang selama hadits belum diabadikan dalam tulisan.
Baru setelah beberapa dekade usai wafatnya Nabi saw, muncul inisiatif-inisiatif untuk menulis hadits. Penulisan hadits ini pun dilaksanakan melalu secara bertahap, seiring dengan makin banyaknya sahabat yang wafat penulisan hadits makin dilakukan guna menghindari adanya kerancuan pendapat bagi generasi umat islam setelahnya dalam memecahkan permasalahan.

1.2Tujuan

1)Mengetahui bagaimana perkembangan periwayatan hadits pada masa Sahabat.
2)Mengetahui bagaimana perkembangan periwayatan hadits pada masa Tabi’in.


BAB II
PEMBAHASAN


Keadaan sunnah pada masa Rasulullah belum ditulis ataupun dibukukan secara resmi, walaupun ada beberapa sahabat yang menulisnya. Hal ini dikarenakan adanya larangan menulis hadits dari Rasulullah SAW lewat sabdanya:

لاتكقبو اعنّى سيئا غير القران فمن كتب عنّى سيئا غير القر ان فليمح

Artinya: jangan menulis apa-apa selain Al-Qur’an dari saya, barang siapa yang menulis dari saya selain Al-Qur’an hendaklah menghapusnya”. (Hr. Muslim dari Abu Sa;id Al-Khudry).

Namun disamping itu, ada hadits yang membolehkan dalam penulisannya yaitu:
اكتب عنّى فو الذى نفس بيده ما خرج من فمن الاالح

Artinya: Tulislah dari saya, demi Dzat yang diriku didalam kekuasaanNYA, tidak keluar dari mulutku kecuali yang hak.

Dua hadist diatas tampaknya bertentangan, maka para ulama mengkompromikannya sebagai berikut:

1. Bahwa larangan menulis hadist itu terjadi pada awal-awal Islam untuk memelihara agar hadist tidak tercampur dengan Al-Qur’an. Tetapi setelah itu jumlah kaum muslimin semakin banyak dan telah banyak yang mengenal Al-Qur’an, maka hukum larangan menulisnya telh dinaskhkan dengan perintah yang membolehkannya.
2. Bahwa larangan menulis hadist itu bersifat umum, sedang perizinan menulisnya bersifat khusus bagi orang yang memiliki keahlian tulis menulis. Hingga terjaga dari kekeliruan dalam menulisnya, dan tidak akan dikhawatirkan salah seperti Abdullauh bin Amr bin Ash.
3. Bahwa larangan menulis hadist ditujukan pada orang yang kuat hafalannya dari pada menulis, sedangkan perizinan menulisnya diberikan kepada orang yang tidak kaut hafalannya.

2. 1 Perkembangan Hadits Pada Masa Sahabat

Sahabat merupakan umat islam yang yang bertemu dengan nabi saw dan semasa dengan beliau. Klasifikasinya terbagi menjadi dua yakni: Sahabat besar dan sahabat kecil. Sahabat besar merupakan sahabat yang bergaul dengan Nabi, banyak belajar dan mendengar hadits-hadits dari beliau serat sering pergi berjihad. Sedangkan sahabat kecil adalah para sahabat yang jarang bergaul dengan Nabi disebabkan jauhnya jarak tempat tinggal dari kediaman Nabi.
Periode kedua sejarah perkembangan hadist, adalah masa sahabat, khususnya masa Khulafa Al-Rasyidin (Abu Bakar, Umar Ibn Khattab, Usman Ibn Affan dan Ali Ibn Abi Thalib) yang berlangsung sekitar 11 H sampai 40 H, masa ini juga disebut dengan sahabat besar. Masa ini juga disebut dengan masa sahabat besar karena pada masa ini perhatian para sahabat masih terfokus pada pemeliharaan dan penyebaran Al-Qur’an, periwayatan hadis belum begitu berkembang dan masih dibatasi. Oleh karena itu para ulama menganggap masalah ini sebagai masa yang menunjukkan pembatasan periwayatan (At-Tasabbut wa Al-Iqlal min Ar-riwayah) (Mudasir. 1999.90).
Pada masa menjelang kerasulannya, Rasul SAW berpesan kepada para sahabat agar berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan Hadist serta mengerjakannya kepada orang lain sebagai mana sabdanya:

تركت فيكم أمر يى لن تملّوا ما تمسّكم بهما كتاب الله وسنة نبيّه

Artinya: Telah aku tinggalkan untuk kalian dua macam, yang tidak akan tersesat setelah berpegang teguh pada keduanya, yaitu kitab Allah (Al-Qur’an) dan sunnahku (Al-Hadits).




Terdapat dua jalan sahabat dalam meriwayatkan hadist yaitu:
Periwayatan Lafdzi

Periwayatan Lafdzi berarti redaksinya persis seperti yang disampaikan Rasulullah saw. Kebanyakan para sahabat meriwayatkan hadits dengan jalan ini. Sebab mereka berupaya agar periwayatan hadits sesuai dengan redaksi dari Rasulullah saw.
Kebanyakan para sahabat menempuh periwayatan hadis melalui jalan ini. Mereka berusaha agar periwayatan hadis sesuai dengan redaksi dari Rasululah SAW dan bukan menurut redaksi mereka. Bahkan menurut Ajjaj Al Khatib, seluruh sahabat menginginkan agar periwayatan hadis dilakukan dengan lafdzi bukan dengan maknawi. Sebagian dari mereka melarang ketat meriwayatkan hadis dengan maknanya saja (maknawi), bahkan mereka tidak membolehkan mengganti satu huruf atau satu kata pun. Begitu pula mendahulukan susunan kata yang disebut Rasul belakangan atau sebaliknya atau meringankan bacaan yang tadinya siqal (berat) dan sebaliknya. Dalam hal ini Umar bin khaththab pernah berkata: Barang siapa yang mendengar hadis dari Rasulullah SAW kemudian ia meriwayatkannya sesuai yang ia dengar maka ia akan selamat (Mudasir. 1999.92).

Periwayatan Maknawi

Periwayatan maknawi berarti yang berarti redaksinya tidak sama persis seperti yang didengar dari Rasulullah saw. Akan tetapi isi atau maknanya sama dan tetap terjaga secara utuh, sesuai dengan yang dimaksudkan oleh rasul tanpa ada perubahan.
Meskipun demikian, para sahabat melakukannya dengan sangat hati-hati. Ibnu Mas’ud misalnya, ketika ia meriwayatkan hadis ia menggunakan term-term tertentu untuk menguatkan penukilannya seperti dengan kata qala Rasululla Shallallahu alaihi wasallam hakadza (Rasulullah SAW telah bersabda begitu) atau qala Rasullah Shallallahu alaihi wasallam qariban min hadza (Mudasir. 1999.92).
Periwayatan hadis dengan maknawi mengakibatkan munculnya hadis-hadis yang redaksinya antara satu hadis dengan hadis lainnya berbeda-beda, meskipun maksud dan maknanya sama. Hal ini sangat bergantung kepada para sahabat atau generasi berikutnya yang meriwayatkan hadis-hadis tersebut (Mudasir. 1999.92).


2.1.1Masa Pemerintahan Abu Bakar As-Shiddiq

Setelah Rasulullah saw wafat, banyak sahabat yang berpindah ke kota-kota luar madinah sehingga memudahkan untuk penyebaran hadits. Namun dengan semakin mudahnya para sahabat meriwayatkan hadits dirasa cukup membahayakan bagi otentisitas hadits tersebut. Maka pada masa khalifah Abu Bakar menerapkan peraturan-peraturan yang membatasi periwayatan hadits. Pada masa ini belum ada usaha resmi untuk menghimpun dan membukukan hadits seperti halnya Al-Qur’an. Hal ini karena umat islam lebih fokus mempelajari Al-Qur’an. Selain itu banyaknya para sahabat yang berpindah ke kota-kota luar dan tersebar di berbagai daerah kekuasaan islam dengan kesibukannya masing-masing sebagai pembina masyarakat. Hal inilah yang mempersulit dalam membukukan hadits. Selain itu pula adanya perselisihan pendapat antar sahabat belum lagi mengenai keshahihan dan lafadznya.
Pada masa pemerintahan Abu Bakar ini misalnya untuk menghindari adanya kebohongan beliau meminta pengukuhan para sahabat lain ketika nenek datang padanya dan mengatakan “saya mempunyai hak atas harta yang ditinggal oleh para anak laki-laki saya”. Kemudian Abu Bakar menjawab “saya tidak melihat ketentuan seperti itu, baik dalam Al-Qur’an maupun dari rasul.”. Lalu Muhammad bin Maslamah menjawab sebagai saksi bahwa seorang nenek dengan kasus tersebut mendapat bagian (1/6) harta peninggalan cucu dari anak laki-lakinya.
Dapat disimpulkan bahwa pada masa pemerintahan Abu Bakar amat ketat dalam periwayatan hadits, sebab beliau mengkhawatirkan adanya sahabat yang berbohong dalam penyampaian redaksi hadits. Akan tetapi beliau tidak anti terhadap penulisan hadits, bahkan untuk kepentingan tertentu hadits nabi ditulisnya.


2.1.2Masa Pemerintahan Umar bin Khattab

Begitu juga dengan Khalifah Umar bin Khattab. Dengan demikian periode tersebut disebut dengan Masa Pembatasan Periwayatan Hadits. Pembatasan tersebut dimaksudkan agar tidak banyak dari sahabat yang mempermudah penggunaan nama Rasulullah dalam berbagai urusan, meskipun jujur dan dalam permasalahan yang umum. Namun pembatasan tersebut tidak berarti bahwa kedua khalifah tersebut anti periwayatan, hanya saja Beliau sangat selektif terhadap periwayatan hadits. Segala periwayatan yang mengatasnamakan Rasulullah harus dengan mendatangkan saksi, seperti dalam permasalahan tentang waris yang diriwayatkan oleh Imam Malik.7
Ibnu Qutaibah berkata, sebagai dikutip Ajjaj al_Khatib mengatakan Umar bin Al-Khatab adalah orang yang sangat keras menentang orang-orang yang menghambarkan riwayat hadist, atau orang yang membawa hadist (khabar) mengenai hukum tertentu tetapi tidak diperkuat dengan seorang saksi. Umar bin Khatab tidak senang dengan terhadap orang yang memperbanyak periwayatan hadist dengan terlalu mudah dan sembrono. Tentu agar kemurnian hadist nabi dapat terpelihara. Ini tidak berarti bahwa beliau anti periwayatan hadist, Umar r.a mengutus para ulama’ mengajarkan islam dan sunnah nabi pada penduduk negeri.


2.1.3Masa Pemerintahan Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib

Sikap kehati-hatian sahabat Abu Bakar dan Umar bin Khattab, juga diikuti oleh Ustman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Dalam sebuah atsar disebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib tidak menerima hadist sebelum yang meriwayatkan itu disumpah. Pada masa ini juga belum ada usaha secara resmi untuk menghimpun hadist dalam suatu kitab halnya Al-Qur’an, hal ini disebabkan karena:
1)Agar tidak memalingkan perhatian umat Islam dalam mempelajari Al-Qur’an.
2)Para sahabat yang banyak menerima hadist dari Rasul SAW sudah tersebar ke berbagai daerah kekuasaan Islam.

2.2 Perkembangan Hadits Masa Tabi’in

Pengertian Tabi’in adalah orang islam yang bertemu dengan sahabat, berguru dan belajar kepada sahabat, tetapi tidak bertemu dengan Rasulullah dan tidak pula semasa dengan beliau.
Setelah Nabi wafat (11 H/632 M), kendali kepemimpinan umat Islam berada di tangan sahabat Nabi. Sahabat Nabi yang pertama menerima kepemimpinan itu adalah Abu Bakar ash-Shiddiq (wafat 13 H/634 M), kemudian disusul oleh Umar bin Khaththab (wafat 23 H/644 M), Usman bin Affan (wafat 35 H/656 M), dan Ali bin Abi Thalib (wafat 40 H/611 M). keempat khalifah ini dalam sejarah dikenal dengan sebutan al-Khulafau al-Rasyidin dan periodenya disebut dengan zaman sahabat besar (Fazlur Rahman menyebut sahabat senior) (Mudasir. 1999.93).
Sesudah Ali bin Abi Thalib wafat, maka berakhirlah era sahabat besar dan menyusul era sahabat kecil. Dalam masa itu muncullah tabi’in besar yang bekerja sama dalam perkembangan pengetahuan dengan para sahabat Nabi yang masih hidup pada masa itu. Di antara sahabat Nabi yang masih hidup setelah periode al-Khulafa al-Rasyidin dan yang cukup besar peranannya dalam periwayatan hadis diantaranya ‘Aisyah (wafat 57 H/677 M), Abu Hurairah (wafat 58 H/678 M), Abdullah bin Abbas (wafat 68 H/687 M), Abdullah bin Umar bin Khaththab (wafat 73 H/692 M), dan Jabir bin Abdullah (wafat 78 H/697 M) (Mudasir. 1999.94).
Sesudah masa Khufaur rasyidin, timbulah usaha yang lebih sungguh – sungguh untuk mencari dan meriwayatkan hadits. Bahkan tatacara periwayatan hadits pun sudah dibakukan. Pembakuan tatacara periwayatan hadits ini berkaitan erat dengan upaya ulama untuk meyelamatkan hadits dari usaha – usaha pemalsuan hadits. Kegiatan periwayatan hadits pada masa itu lebih luas dan banyak dibandingkan dengan periwayatan pada periode khulafaur rasyidin. Kalangan Tabi’in telah semakin banyak yang aktif meriwayatkan hadits. Meskipun masih banyak periwayat hadits yang berhati – hati dalam meriwayatkan hadits, kehati – hatian pada masa itu sudah bukan lagi menjadi cirri khas yang paling menonjol, karena meskipun pembakuan tatacara periwayatan telah ditetapkan. Luasnya wilayah Islam dan kepentingan golongan memacu munculnya hadits – hadits palsu. Sejak timbul fitnah pada akhir masa Utsman, umat Islam terpecah – pecah dan masing – masing lebih mengunggulkan golongannya. Pemalsuan hadits mencapai puncaknya pada periode ketiga, yakni pada masa kekhalifahan Daulah Umayyah.
Periwayatan yang dilakukan oleh kalangan tabi’in tidak begitu berbeda dengan yang dilakukan oleh para sahabat, karena mereka mengikuti jejak para sahabat yang menjadi guru mereka. Hanya persoalan yang dihadapi oleh kalangan tabi’in yang berbeda dengan yang dihadapi para sahabat. Pada masa ini al-Quran sudah dikumpulkan pada satu mushaf dan para sahabat ahli hadis telah menyebar kebeberapa wilayah kekuasaan islam. Sehingga para tabi’in dapat mempelajari hadis dari mereka. Ketika pemerintahan dipegang oleh bani ummayah perluasan wilayah kekuasaan berkembang pesat dan juga semakin meningkatnya penyebaran para sahabat kedaerah-daerah tersebut. Sehingga pada masa ini dikenal dengan masa penyebaran periwayatan hadis (intisyar Ar-Riwayah lla Al Amshar).terdapat beberapa kota yang menjadi pusat pembinaan dalam periwayatan hadis sebagai tempat tujuan para tabi’in dalam mencari hadis yaitu madinah Al-Munawarah, Mekah Al-mukaramah,kufah, basrah, Syam, Mesir, magrib dan andalas, yaman dan khurasan. Pusat pembinaan pertama adealah madinah karena di sinilah Rasullah SAW menetap dan hijrah serta membina masyarakat islam (Mudasir. 1999.94).
Diantara para sahabat yang membina hadis di mekah adalah sebagai berikut Mu’adz bin jabal, Atab bin Asid, Haris bin Hisyam, Usman bin Thalhah, dan Uqbah bin Al-Haris. Diantara para tabi’in yang muncul dari sini adalah mujahid bin Jabar, Ata’ bin Abi Rabah, Tawus bin Kaisan, dan Ikrimah maula Ibnu Abbas (Mudasir. 1999.94).
Diantara para sahabat yang membina hadis di kufah ialah Ali bin Abi Thalib, Saad bin Abi Waqas, dan Abdullah bin Mas’ud. Diantara para tabi’in yang muncul disini ialah Ar-Rabi’ bin Qasim, Kamal bin Zaid An-Nakhai’, Said bin Zubair Al-Asadi, Amir bin Sarahil Asy-Sya’ibi, Ibrahim Ankha’I, dan Abu Ishak As-Sa’bi (Mudasir. 1999.95).
Diantara para sahabat yang membina hadis di Basrah ialah Anas bin Malik, Abdullah bin Abbas, Imran bin Husain, Ma’qal bin Yasar, Abdurrahman bin Samrah, dan Abu said Al-Anshari. Diantara para tabi’in yang muncul disini adalah Hasan Al-Basri, Muhammad bin Sirrin, Ayub As-sakhyatani, Yunus bin Ubaid, Abdullah bin Aun, Khatadah bin Du’amah As-sudusi, dan Hisyam bin Hasan (Mudasir. 1999.95).
Diantara para sahabat yang membina hadis di Syam ialah Abu Ubaidah Al-Jarah, Bilal bin Rabah, Ubadah Bin shamit, Mu’adz bin Jabal, Sa’ad bin Ubadah, Abu darda Surahbil bin Hasanah, Khalid bin Walid, dan Iyad bin Ghanan. Para tabi’in yang muncul disini ialah salim bin abdillah al-muharibi, Abu Idris Al-khaulani, Umar bin Hanna’I (Mudasir. 1999.95).
Diantara para sahabat yang membina hadis di mesir ialah Amr bin Al-as, Uqubah bin Amr, Kharijah bin Huzafah, dan Abdullah bin Al-Haris. Para tabi’in yang muncul disini ialah Amr bin Al-Haris, nKhair bin Nu’aimi Al-Hadrami, Yazid bin Abi Habib, Abdullah bin Jafar dan Abdullah bin Sulaiman Ath-Thawil (Mudasir. 1999.95).
Diantara para sahabat yang membina hadis di magrib dan andalus ialah Mas’ud bin Al-Aswad Al-Balwi, Bilal bin haris bin asim Al-muzaid. Para tabi’in yang munc ul disini adalah Ziyad bin An-Am Al-Mu’afil, Abdurrahman bin Ziyad, Yazid bin Abi Mansur, Al-Mugirah bin Abi Burdah, Rifa’ah bin Ra’fi dan Muslim bin Yasar (Mudasir. 1999.95).
Diantara para sahabat yang membina hadis di Yaman adalah Muadz bin jabal dan Abu Musa Al-Asy’an. Para tabi’in yang muncul disini diantaranya adalah Hammam bin Munabah dan Wahab bin Munabah, Tawus dan Mamar bin Rasid (Mudasir. 1999.95).
Diantara para sahabat yang membina hadis di kharasan adalah Abdullah bin Qasim Al-Aslami, dan Qasm biun sabit Al-Anshari, Ali bin Sabit Al-Anshari, Yahyab bin Sabih Al-Mugari (Mudasir. 1999.95).
Pergolakan politik yang terjadi pada masa sahabat yaitu setelah terjadinya perang jamal dan perang suffin berakibat cukup panjang dan berlarut-larut dengan terpecahnya umat islam menjadi beberapa kelompok. Secara langsung ataupun tidak pergolakan politik tersebut memberikan pengaruh terhadap perkembangan hadis berikutnya baik pengaruh yang bersifat negative maupun yang bersifat positif. Pengaruh yang bersifat negative adalah munculnya hadis-hadis palsu untuk mendukung kepentingan politik masing-masing kelompok dan untuk menjatuhkan posisi lawannya. Pengaruh yang bersifat positif adalah terciptanya rencana dan usaha yang mendorong diadakannya kodifikasi atau tadwin hadis sebagai upaya penyelamatan dari pemusnahan dan pemalsuan sebagai akibat dari pergolakan politik tersebut (Mudasir. 1999.96).



BAB III
KESIMPULAN

3.1Kesimpulan

Adapun cara periwayatan hadits pada masa sahabat terbagi menjadi dua yaitu: Periwayatan Lafdzi (Redaksi sama persis dengan Rasulullah) dan Periwayatan Maknawi (Redaksi tidak sama persis akan tetapi makna&intinya sama). Pada masa sahabat belum ada penulisan hadits secara resmi sebab dikhawatirkan bercampur dengan Al-Qur’an dan umat islam lebih difokuskan untuk mempelajari Al-Qur’an. Begitu juga pada masa Tabi’in, yang mengikuti jejak para sahabat, periwayatan haditsnya pun tidak jauh berbeda. Hanya saja pada masa ini Al-Qur’an sudah dikumpulkan dalam satu mushaf. Pada masa tabi’in timbul usaha yang lebih sungguh-sungguh untuk mencaridan meriwayatkan hadits. Apalagi sejak semakin maraknya hadits-hadits palsu yang muncul dari beberapa golongan untuk kepentingan politik.

DAFTAR PUSTAKA

Azami, Muhammad Mustafa. 2000. Studes in Early Hadith Literature. Ali Mustafa Ya’qub. Jakarta: Pustaka Firdaus. .
Mudasir. 1999. Ilmu Hadis. Bandung: Pustaka Setia
Rumtianing, Irma, dkk. 2005. Pokok-pokok Ilmu Hadits. Ponorogo: STAIN Ponorogo Press.
Suparta. Munzier. 2002. Ilmu Hadits. Jakarta: PT Raja Grasindo Persada.

Kromatografi kertas

TUGAS PEMISAHAN KIMIA
KROMATOGRAFI KERTAS

Dosen Pengampu : Diana Candra Dewi M.Si



Oleh :
Kiswatul Lathifah (08630072)





JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2010




BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang
Berbagai macam senyawa dewasa ini telah dapat dengan mudah dipisahkan dengan menggunakan metode-metode yang sesuai. Teknologi yang canggih setidaknya juga mampu menghasilkan suatu metode-metode pemisahan yang dapat mempermudah memisahkan komponen-komponen dari campurannya. Adapun metode-metode pemisahan antara lain yakni ekstraksi, destilasi dan kromatografi. Suatu analisis baik secara kualitatif maupun kuantitatif dapat dilakukan dengan mengaplikasikan salah satu dari banyak metode pemisahan yang ada.
Salah satu metode pemisahan yang sering digunakan yaitu kromatografi. Kromatografi merupakan suatu metode pemisahan yang bekerja berdasarkan prinsip dua fase, yakni fase diam dan fase gerak. Kromatografi digunakan untuk memisahkan campuran dari substansinya menjadi komponen-komponennya. Seluruh bentuk kromatografi bekerja berdasarkan prinsip yang sama. Dalam suatu bentuk kromatografi memiliki fase diam dan gerak. Fase diam dapat berupa padatan atau cairan yang didukung dengan padatan, sedangkan fase gerak berupa cairan atau gas. Fase gerak dapat membawa komponen-komponen campuran yang akan dipisahkan. Kromatografi kertas merupakan metode kromatografi kertas yang paling sederhana daripada metode kromatografi lainnya. Untuk itu perlu kita pahami bagaimana prosedur yang benar menggunakan metode kromatografi kertas ini.

1.2Tujuan
1.Mengetahui prinsip pemisahan kromatografi kertas
2.Mengetahui klasifikasi metode pemisahan kromatografi kertas
3.Mengenal alat dan bahan yang diperlukan dalam metode pemisahan kromatografi kertas
4.Mengetahui mekanisme pemisahan menggunakan kromatografi kertas





BAB II
PEMBAHASAN

2.1Pengertian
Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam (padat atau cair) dan fase gerak (cair atau gas). Kromatografi kertas merupakan salah satu metode pemisahan dimana terdapat dua fase dalam pemisahannya yakni fase diam dan fase gerak. Pada kromatografi kertas sebagai penyerap digunakan sehelai kertas dengan susunan serabut dan tebal yang sesuai. Pemisahan kromatografi dapat berlangsung menggunakan fase cair tunggal dengan proses yang sama dengan kromatografi adsorpsi dalam kolom. Oleh karena kandungan air pada kertas, atau inhibisi selektif dari komponen hidrofilik fase cair oleh serat kertasnya, dapat dianggap sebagai fase diam.
2.2Macam-macam Metode Kromatografi Kertas
Beberapa metode kromatografi kertas yakni berdasarkan arah dari fase geraknya yaitu kromatografi ascending dan descending. Kromatografi ascending merupakan kromtografi kertas dimana arah fase geraknya menaik, dengan memanfaatkan gaya kapiler. Sedangkan kromatografi dengan metode descending (menurun) dalam pelaksanaannya memanfaatkan gaya gravitasi sehingga arah fase geraknya menurun. Pada kromatografi menurun, pada fase gerak dibiarkan merabat turun pada kertas. Kertas tersebut digantung dalam bejana menggunakan bahan antisifon yang menahan ujung atas kertas di dalam bak pelarut. Dasar bejana digenangi dengan sistem pelarut yang telah ditetapkan. Pada kromatografi kertas yang menaik, kertas itu digantung dari atas ruangan agar kertas tersebut tercelup ke dalam larutan yang ada di dasar ruangan, dan pelarut akan merangkak naik di seluruh bagian kertas secara perlahan-lahan akibat kapilaritas. Pada bentuk yang menurun, kertas dikaitkan pada sebuah cawan yang mengandung pelarut yang terletak diatas ruangan, dan pelarut bergerak ke bawah karena adanya kapilaritas yang dibantu gravitasi. Pada kasus yang sukses, zat terlarut dari campuran yang asli akan bergerak di sepanjang kertas dengan kecepatan yang berbeda-beda, membentuk sederetan noda yang terpisah. Jika senyawa tersebut berwarna, tentu saja noda tersebut dapat terlihat. Jika tidak, noda-noda tersebut harus ditemukan dengan cara lain. Beberapa senyawa berpendar, dalam kasus ini noda-noda bersinar dapat dilihat pada saat kertas diletakkan di bawah lampu ultraviolet.


2.3Alat dan Bahan Yang Digunakan dalam Kromatografi
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam pelaksanaan teknik pemisahan menggunakan metode kromatografi antara lain yaitu pipa kapiler, gunting, tabung gelas, penutup tabung gelas, penggaris, gunting, pensil pipet tetes dan beberapa alat yang lain yang mungkin dibutuhkan. Sedangkan bahan yang duperlukan antara lain yaitu kertas whatman atau kertas selulosa sebagai fase gerak, larutan cuplikan, larutan blangko dan beberapa larutan lain yang diperlukan sesuai dengan komponen campuran yang akan dipisahkan.

2.4Teknik Pemisahan
Mulanya kromatografi hanya dianggap sebagai bentuk partisi cairan-cairan. Kertas kromatografi yang hidrofilik dari kertas tersebut dapat mengikat air setelah disingkapkan ke udara yang lembab, ebenarnya kertas tersebut mengandung air. Susunan serat kertas membentuk medium berpori yang bertindak sebagai tempat untuk mengalirkannya fase bergerak. Berbagai macam tempat kertas secara komersil tersedia adalah whatman 1, 2, 31 dan 3 MM. Kertas asam asetil, kertas kieselguhr, kertas silikon dan kertas penukar ion juga digunakan. Kertas asam asetil dapat digunakan untuk zat – zat hidrofobik. Untuk memilih kertas yang menjadi pertimbangan adalah tinggkat kesempurnaan pemisahan, difusitas pembentukan spot, efek tailing dan pembentuk komet serta laju pergerakan untuk teknik descending.
Selain kertas Whatman dalam teknik kromatografi dapat pula digunakan kertas selulosa murni. Kertas selulosa yang dimodifikasi dan kertas serat kaca. Untuk memilih kertas, yang menjadi pertimbangan adalah tingkat dan kesempurnaan pemisahan, difusivitas pembentukan spot, efek tailing, pembentukan komet serta laju pergerakan pelarut terutama untuk teknik descending dan juga kertas seharusnya penolak air. Seringkali nilai Rf berbeda dari satu kertas ke kertas lainnya. Pengotor yang terdapat pada kertas saring adalah ion-ion Ca2+, Mg2+, Fe3+, Cu2+. Harga Rf mengukur kecepatan bergeraknya zona realtif terhadap garis depan pengembang. Kromatogram yang dihasilkan diuraikan dan zona-zona dicirikan oleh nilai-nilai Rf. Nilai Rf didefinisikan oleh hubungan:

Rf= Jarak (cm) dari garis awal ke pusat zona
Jarak (cm) dari garis awal ke garis depan pelarut

Pengukuran itu dilakukan dengan mengukur jarak dari titik pemberangkatan (pusat zona campuran awal) ke garis depan pengembang dan pusat rapatan tiap zona. Nilai Rf harus sama baik pada descending maupun ascending. Nilai Rf akan menunjukkan identitas suatu zat yang dicari, contohnya asam amino dan intensitas zona itu dapat digunakan sebagai ukuran konsentrasi dengan membandingkan dengan noda-noda standar.
Proses pengeluaran asam mineral dari kertas desalting. Larutan ditempatkan pada kertas dengan menggunakan mikropipet pada jarak 2–3 cm dari salah satu ujung kertas dalam bentuk coretan garis horizontal. Setelah kertas dikeringkan, ia diletakan didalam ruangan yang sudah dijenuhkan dengan air atau dengan pelarut yang sesuai. Terdapat tiga tehnik pelaksanaan analisis. Pada tehnik ascending; pelarut bergerak keatas dengan gaya kapiler. Sedangkan ketiga dikenal dengan cara radial atau kromatografi kertas sirkuler.
Kromatogram dibuat dengan menotolkan larutan uji, larutan baku pembanding, dan suatu campuran uji dan baku pebanding dalam jumlah yang kurang lebih sama pada penyerap, dalam satu garis lurus sejajar dengan tepi lempeng atau kertas. Jika zat uji yang diidentifikasi dan baku pembanding itu sama, terdapat kesesuaian dalam warna dan harga Rf pada semua kromatogram, dan kromatogram dari campuran menghasilkan bercak tunggal, yaitu harga Rr adalah 1,0.
Penetapan letak bercak yang dihasilkan kromatografi kertas dapat ditetapkan dengan:
(1) pengamatan langsung jika senyawa tampak pada cahaya biasa, cahaya ultra violet gelombang pendek (254 nm) atau gelombang panjang (366 nm).
(2) pengamatan dengan cahaya biasa atau ultra violet setelah disemprot dengan pereaksi yang membuat bercak tersebut tampak.
(3) menggunakan pencacah Geiger-Muller atau teknik autoradiografi, jika terdapat zat radioaktif.
(4) menempatan potongan penyerap dan zat pada media pembiakan yang telah ditanami untuk meihat hasil stimulasi atau hambatan pertumbuhan bakteri.
Kertas digantungkan pada wadah yang berisi lapisan tipis pelarut atau campuran pelarut yang sesuai didalamnya. Perlu diperhatikan bahwa batas pelarut berada dibawah garis pada bercak diatasnya. Gambar berikutnya tidak menunjukkan terperinci bagaimana kertas di gantungkan karena terlalu banyak kemungkinan untuk mengerjakannnya dan dapat mengacaukan gambar. Kadang-kadang kertas hanya digulungkan secara bebas pada silinder dan diikatkan dengan klip kertas pada bagian atas dan bawah. Silinder kemudian ditempatkan dengan posisi berdiri pada bawah wadah.
Alasan untuk menutup wadah adalah untuk meyakinkan bahwa astmosfer dalam gelas kimia terjenuhkan dengan uap pelarut. Penjenuhan udara dalam gelas kimia dengan uap menghentikan penguapan pelarut sama halnya dengan pergerakan pelarut pada kertas. Karena pelarut bergerak lambat pada kertas, komponen-komponen yang berbeda dari campuran tinta akan bergerak pada laju yang berbeda dan campuran dipisahkan berdasarkan pada perbedaan bercak warna.

Contoh Pemisahan Menggunakan Metode Kromatografi Kertas Identifikasi logam Ag, Pb dalam Larutan Pengembang Asam Asetat.

Dalam percobaan ini mula-mula kertas whatman no.1 dengan ukuran 12x25 cm disiapkan dan ditarik batas (dengan pensil) kira-kira 2 cm dari pinggir kertas. Lalu kertas dibagi menjasi 4 kolom dan diberi nomor pada tiap kolomnya. Pada kolom 1 dan 3 ditetesi dengan larutan cuplikan A dan , kolom 2 dan $=4 dengan larutan baku Ag dan Pb(II). Sementara itu larutan pengembang disiapkan yang berisi 12,5 ml larutan asam asetat:air (1:1). Kertas whatman ditempatkan dalam ruang pengembang, kondisikan agar larutan pengembang tidak menyentuh ;arutan cuplikan. Tutuplah ruang pengembang tersebut. Selanjutnya kertas diambil dari dalam larutan kertas mencapai ¾ larutan pengembang. Kemudian:

1. Pada kertas diberi tanda batas larutan pengembang dengan menggunakan pensil dan kertas dikeringkan.
2. Setiap dua buah kolom digunting dan disemprot dengan pereaksi pengenal. Larutan Ag (I) dengan dikromat menghasilkan warna merah dan Pb (II) dengan KI menghasilkan warna kuning.
3. Jarak perpindahan dari tiap komponen diukur dan dihitung nilai Rf nya.
Dari percobaan tersebut akan diperoleh data pengamatan misalnya seerti dibawah ini:

















Dari data table diatas kita gunakan asam oksalat sebagai larutan cuplikan. Diperoleh nilai Rf masing-masing untuk larutan cuplikan A&B, serta logam Ag dan Pb.















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kromatografi merupakan salah satu metode pemisahan berdasarkan prinsip zat terlarut yang terdistribusi antara dua fase yang digunakan yakni fase diam dan fae gerak. Kromatografi mampu memisahkan campuran dari substansinya menjadi komponen-komponennya. Dalam kromatografi, fase gerak berupa kertas selulosa atau kertas whatman, sedangkan yang menjadi fase diamnya berupa cairan. Fase gerak membawa zat terlarut melalui media hingga terpisah dari campurannya. Fase diam bertindak sebagai zat penyerap atau dapat melarutkan zat terlarut sehingga terjadi partisi antara fase diam dan fase gerak.
Beberapa kromatografi kertas yang diklasifikasikan berdasarkan arah dari fase geraknya yaitu kromaografi ascending dan descending. Metode ascending (menaik) dilakukan dengan memanfaatkan gaya kapiler, sedangkan metode descending (menurun) dilakukan dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Kromatografi kertas merupakan jenis kromatografi yang paling sederhana dimana dapat dilaksanakan dengan harga yang lebih terjangkau. Akn tetapi hasil yang diperoleh masih kurang maksimal dibandingkan dengan teknik kromatografi lainnya.
Bahan utama yang digunakan dalam kromatografi kertas ini yang paling utama adalah kertas kromatografi misalnya kertas selulosa atau kertas whatman, pelarut serta campuran seyawa yang ingin dipisahkan.










DAFTAR PUSTAKA


Anonymous. 2010. http//:www.wikipedia.org/wiki/kromatografi. Diakses tanggal 1 Juni 2010
Anonymous. 2010. http//:www.blogkita-info/kromatografi kertas. Diakses tanggal 1 juni 2010
Clark, Jim. 2007. Kromatografi Kertas. http//:www.chem-is-try.org/kromatografi kertas/ diakses tanggal 1 Juni 2010
Day & Underwood. 1999. Kimia Analisis Kuantitatif. Jakarta: Erlangga
Khopkar, SM. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press
Syabatini, Aisyah. 2009. Kromatografi Kertas. http//:anishafushie.wordpress.com/ diakses tanggal 1 Juni 2010

Sabtu, 05 Juni 2010

Kromatografi Kertas

Prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan di dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya perbedaan dalam absorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan muatan ion dinamakan kromatografi sehingga masing-masing zat dapat diidentifikasi atau ditetapkan dengan metode analitik (Anonim, 1995).

Pada dasarnya, teknik kromatografi ini membutuhkan zat terlarut terdistribusi di antara dua fase, satu diantaranya diam (fase diam), yang lainnya bergerak (fase gerak). Fase gerak membawa zat terlarut melalui media, hingga terpisah dari zat terlarut lainnya yang tereluasi lebih awal atau lebih akhir. Umumnya zat terlarut dibawa melewati media pemisah oleh cairan atau gas yang disebut eluen. Fase diam dapat bertindak sebagai zat penyerap atau dapat betindak melarutkan zat terlarut sehingga terjadi partisi antara fase diam dan fase gerak (Anonim, 1995).

Pada kromatografi kertas sebagai penyerap digunakan sehelai kertas dengan susunan serabut dan tebal yang sesuai. Pemisahan kromatografi dapat berlangsung menggunakan fase cair tunggal dengan proses yang sama dengan kromatografi adsorpsi dalam kolom. Oleh karena kandungan air pada kertas, atau inhibisi selektif dari komponen hidrofilik fase cair oleh serat kertasnya, dapat dianggap sebagai fase diam, maka mekanisme partisi beperan penting dalam pemisahan (Anonim, 1995).

Susunan serat kertas membentuk medium berpori yang bertindak sebagai tempat untuk mengalirkannya fase bergerak. Berbagai macam tempat kertas secara komersil tersedia adalah whatman 1, 2, 31 dan 3 MM. Kertas asam asetil, kertas kieselguhr, kertas silikon dan kertas penukar ion juga digunakan. Kertas asam asetil dapat digunakan untuk zat – zat hidrofobik. Untuk memilih kertas yang menjadi pertimbangan adalah tinggkat kesempurnaan pemisahan, difusitas pembentukan spot, efek tailing dan pembentuk komet serta laju pergerakan untuk teknik descending ( Khopkar, 2002 ).

Kromatogram dibuat dengan menotolkan larutan uji, larutan baku pembanding, dan suatu campuran uji dan baku pebaning dalam jumlah yang kurang lebih sama pada penyerap, dalam satu garis lurus sejajar dengan tepi lempeng atau kertas. Jika zat uji yang diidentifikasi dan baku pembanding itu sama, terdapat kesesuaian dalam warna dan harga Rf pada semua kromatogram, dan kromatogram dari campuran menghasilkan bercak tunggal, yaitu harga Rr adalah 1,0 (Anonim, 1995).

Penetapan letak bercak yang dihailkan kromatografi kertas atau lapis tipis letaknya dapat ditetapkan dengan: (1) pengamatan langsung jika senyawa tampak pada cahaya biasa, cahaya ultra violet gelombang pendek (254 nm) atau gelombang panjang (366 nm), (2) pengamatan dengan cahaya biasa atau ultra violet setelah disemprot dengan pereaksi yang membuat bercak tersebut tampak, (3) menggunakan pencacah Geiger-Muller atau teknik autoradiografi, jika terdapat zat radioaktif, (4) menempatan potongan penyerap dan zat pada media pembiakan yang telah ditanami untuk meihat hasil stimulasi atau hambatan pertumbuhan bakteri (Anonim, 1995).

Penyimpangan harga Rr, Rf, atau t, yang diukur untuk zat uji dari harga yang diperoleh untuk baku pembanding dan campuran tidak boleh melampaui taksiran keandaln yang ditentukan secara statistik dari penetapan kadar baku pembanding secara berulang. Perbedaan harga Rf, bila kromatogram dikembangkan searah serat kertas, dibandingkan dengan yang dikembangkan dengan arah tegak lurus terhadap serat ketas. Oleh karen itu, dalam suatu seri kromatogram, arah perambatan pelarut harus dipertahankan tetap terhadap arah serat kertas (Anonim, 1995).

Pada kromatografi menurun, pada fase gerak dibiarkan merabat turun pada kertas. Kertas tersebut digantung dalam bejana menggunakan bahan antisifon yang menahan ujung atas kertas di dalam bak pelarut. Dasar bejana digenangi dengan sistem pelarut yang telah ditetapkan (Anonim, 1995). Pada kromatografi kertas yang menaik, kertas itu digantung dari atas ruangan agar kertas tersebut tercelup ke dalam larutan yang ada di dasar ruangan, dan pelarut akan merangkak naik di seluruh bagian kertas secara perlahan-lahan akibat kapilaritas. Pada bentuk yang menurun, kertas dikaitkan pada sebuah cawan yang mengandung pelarut yang terletak diatas ruangan, dan pelarut bergerak ke bawah karena adanya kapilaritas yang dibantu gravitasi. Pada kasus yang sukses, zat terlarut dari campuran yang asli akan bergerak di sepanjang kertas dengan kecepatan yang berbeda-beda, membentuk sederetan noda yang terpisah. Jika senyawa tersebut berwarna, tentu saja noda tersebut dapat terlihat. Jika tidak, noda-noda tersebut harus ditemukan dengan cara lain. Beberapa senyawa berpendar, dalam kasus ini noda-noda bersinar dapat dilihat pada saat kertas diletakkan di bawah lampu ultraviolet (Underwood, 1999).

Sumber:

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Ed. IV. Depkes RI. Jakarta.

Khopkar, S.M. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press. Jakarta.

Underwood. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.

Kromatografi Kertas
Ditulis oleh Jim Clark pada 06-10-2007

Bagian ini mengantarkan penjelasan tentang kromatografi kertas, termasuk didalamnya kromatografi dua arah.

Pelaksanaan kromatografi kertas

Latar belakang

Kromatografi digunakan untuk memisahkan campuran dari substansinya menjadi komponen-komponennya. Seluruh bentuk kromatografi bekerja berdasarkan prinsip yang sama.

Seluruh bentuk kromatografi memiliki fase diam (berupa padatan atau cairan yang didukung pada padatan) dan fase gerak (cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen dari campuran bersama-sama. Komponen-komponen yang berbeda akan bergerak pada laju yang berbeda pula. Kita akan melihat alasannya pada halaman selanjutnya.

Dalam kromatografi kertas, fase diam adalah kertas serap yang sangat seragam. Fase gerak adalah pelarut atau campuran pelarut yang sesuai.

Kromatogram kertas

Anda mungkin telah menggunakan kromatografi kertas sebagai salah satu hal pertama yang pernah anda kerjakan dalam bidang kimia untuk pemisahan, misalnya campuran dari pewarna-pewarna yang menyusun warna tinta tertentu. Ini merupakan contoh yang mudah, mari memulai dari hal itu.

Anggaplah anda mempunyai tiga pena biru dan akan mencari tahu dari tiga pena itu, yang mana yang digunakan untuk menulis sebuah pesan. Sampel dari masing-masing tinta diteteskan pada garis dasar pinsil pada selembar kromatografi kertas. Beberapa pewarna larut dalam jumlah yang minimum dalam pelarut yang sesuai, dan itu juga di teteskan pada garis yang sama. Dalam gambar, pena ditandai 1, 2 dan 3 serta tinta pada pesan ditandai sebagai M.

Kertas digantungkan pada wadah yang berisi lapisan tipis pelarut atau campuran pelarut yang sesuai didalamnya. Perlu diperhatikan bahwa batas pelarut berada dibawah garis pada bercak diatasnya. Gambar berikutnya tidak menunjukkan terperinci bagaimana kertas di gantungkan karena terlalu banyak kemungkinan untuk mengerjakannnya dan dapat mengacaukan gambar. Kadang-kadang kertas hanya digulungkan secara bebas pada silinder dan diikatkan dengan klip kertas pada bagian atas dan bawah. Silinder kemudian ditempatkan dengan posisi berdiri pada bawah wadah.

Alasan untuk menutup wadah adalah untuk meyakinkan bahwa astmosfer dalam gelas kimia terjenuhkan denga uap pelarut. Penjenuhan udara dalam gelas kimia dengan uap menghentikan penguapan pelarut sama halnya dengan pergerakan pelarut pada kertas.

Karena pelarut bergerak lambat pada kertas, komponen-komponen yang berbeda dari campuran tinta akan bergerak pada laju yang berbeda dan campuran dipisahkan berdasarkan pada perbedaan bercak warna.

Gambar menunjukkan apa yang tampak setelah pelarut telah bergerak hampir seluruhnya ke atas.

Dengan sangat mudah dijelaskan melihat dari kromatogram akhir dari pena yang ditulis pada pesan yang mengandung pewarna yang sama dengan pena 2. Anda juga dapat melihat bahwa pena 1 mengandung dua campuran berwarna biru yang kemungkinan salah satunya mengandung pewarna tunggal terdapat dalam pena 3.

Nilai Rf

Beberapa senyawa dalam campuran bergerak sejauh dengan jarak yang ditempuh pelarut; beberapa laiinya tetap lebih dekat pada garis dasar. Jarak tempuh relative pada pelarut adalah konstan untuk senyawa tertentu sepanjang anda menjaga segala sesuatunya tetap sama, misalnya jenis kertas dan komposisi pelarut yang tepat..

Jarak relative pada pelarut disebut sebagai nilai Rf. Untuk setiap senyawa berlaku rumus sebagai berikut:

Rf=jarak yang ditempuh oleh senyawa
jarak yang ditempuh oleh pelarut

Misalnya, jika salah satu komponen dari campuran bergerak 9.6 cm dari garis dasar, sedangkan pelarut bergerak sejauh 12.0 cm, jadi Rf untuk komponen itu:

Dalam contoh kita melihat ada beberapa pena, tidak perlu menghitung nilai Rf karena anda akan membuat perbandingan langsung dengan hanya melihat kromatogram.

Anda membuat asumsi bahwa jika anda memiliki dua bercak pada kromatogram akhir dengan warna yang sama dan telah bergerak pada jarak yang sama pada kertas, dua bercak tersebut merupakan senyawa yang hampir sama. Hal ini tidak selalu benar. Anda dapat saja mempunyai senyawa-senyawa berwarna yang sangat mirip dengan nilai Rf yang juga sangat mirip. Kita akan melihat bagaimana anda menemukan masalah itu pada penjelasan selanjutnya.

Bagaimana halnya jika substansi yang anda ingin identifikasi tidak berwarna?

Dalam beberapa kasus, dimungkinkan membuat bercak menjadi tampak dengan mereaksikannya dengan beberapa pereaksi yang menghasilkan produk yang berwarna. Contoh yang baik yaitu kromatogram yang dihasilkan dari campuran asam amino.

Anggaplah anda mempunyai campuran asam amino dan ingin memisahkan asam amino tertentu yang terdapat dalam campuran. Untuk menyederhanakan, mari berasumsi bahwa anda telah mengetahui kemungkinan campuran hanya mengandung lima asam amino yang umum.

Setetes larutan campuran ditempatkan pada garis dasar kertas, dan dengan cara yang sama ditempatkan asam amino yang telah diketahui diteteskan disampingnya. Kertas lalu ditempatkan dalam pelarut yang sesuai dan dibiarkan seperti sebelumnya. Dalam gambar, campuran adalah M, dan asam amino yang telah diketahu ditandai 1 sampai 5.

Posisi pelarut depan ditandai dengan pinsil dan kromatogram lalu dikeringkan dan disemprotkan dengan larutan ninhidrin. Ninhidrin bereaksi dengan asam amino menghasilkan senyawa berwarna, utamanya coklat atau ungu.

Gambar di sebelah kiri menunjukkan kertas setelah dilalui pelarut hampir pada bagian atas kertas. Bercak masih belum tampak. Gambar kedua menunjukkan apa yang mungkin tampak setelah penyemprotan ninhidrin.
Tidak diperlukan untuk menghitung nilai Rf karena anda dengan mudah dapat membandigkan bercak dalam campuran dengan asam amino-asam amino yang telah diketahui berdasarkan posisi dan warnanya.

Dalam contoh ini, campuran mengandung asam amino yang diberi tanda 1, 4 dan 5.

Bagaimana jika campuran mengandung asam amino lain selain dari asam amino yang anda gunakan untuk perbandingan? Akan terdapat bercak dalam campuran yang tidak sesuai dari asam amino yang telah diketahu. Anda harus mengulangi percobaan menggunakan asam amino-asam amino sebagai bahan perbandingan.
Kromatografi kertas dua arah

Kromatografi kertas dua arah dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah pemisahan substansi yang memiliki nilai Rf yang sangat serupa.

Saya akan kembali membicarakan tentang senyawa-senyawa berwarna karena lebih mudah melihat apa yang terjadi. Ada dapat mengerjakannya secara sempurna hal ini dengan senyawa-senyawa yang tidak berwarna – tetapi anda harus menggunakan banyak imajinasi dalam menjelaskan apa yang terjadi !

Waktu ini kromatogram dibuat dari bercak tunggal dari campuran yang ditempatkan kedepan dari garis dasar. Kromatogram ditempatkan dalam sebuah pelarut sebelum dan sesudah sampai pelarut mendekati bagian atas kertas.

Dalam gambar, posisi pelarut ditandai dengan pinsil sebelum kertas kering. Posisi ini ditandai sebagai SF1 yaitu pelarut depan untuk pelarut pertama. Kita akan menggunakan dua pelarut yang berbeda

Jika anda melihatnya lebih dekat, anda dapat melihat bahwa bercak pusat besar dalam kromatogram sebagian biru dan sebagian hijau. Dua pewarna dalam campuran memiliki nilai Rf yang hampir sama. Tentunya, nilai-nilai ini bisa saja sama, keduanya memiliki warna yang sama; dalam hal ini anda tidak dapat mengatakan bahwa ada satu atau lebih pewarna dalam dalam bercak itu.
Apa yang anda kerjakan sekarang adalah menunggu kertas kering seluruhnya, dan putar 90o dan perlakukan kromatogram kembali dengan pelarut yang berbeda.
Hal yang sangat tidak dipercaya bahwa dua bercak yang membingungkan akan memiliki nilai Rf dalam pelarut kedua sama halnya dengan pelarut yang pertama, dengan demikian bercak-bercak akan bergerak dengan jumlah yang berbeda.

Gambar berikutnya menunjukkan apa yang mungkin terjadi pada berbagai bercak pada kromatogram awal. Posisi pelarut kedua juga ditandai.

Tentunya anda tidak dapat melihat bercak-bercak dalam posisi awal dan akhir; Bercak-bercak telah bergerak! Kromatogram akhir akan tampak seperti ini:

Kromatografi dua arah secara seluruhnya terpisah dari campuran menjadi empat bercak yang berbeda.

Jika anda akan mengidentifikasi bercak-bercak dalam campuran, secara jelas anda tidak dapat melaksanakannya dengan perbandingan substansi pada kromatogram yang sama seperti yang kita lihat pada contoh sebelumnya menggunakan pena atau asam amino-asam amino. Anda dapat berakhir dengan kekacauan pada bercak-bercak yang tanpa arti.

Meskipun demikian, anda dapat bekerja dengan nilai Rf untuk setiap bercak-bercak dalam pelarut-pelarut, dan kemudian membandingkan nilai-nilai yang anda telah ukur dari senyawa yang telah diketahui pada kondisi yang tepat sama.

Bagaimana kromatografi kertas bekerja?

Meskipun kromatografi kertas sangat mudah pengerjaannya, tetapi sangat sulit dijelaskan apabila membadingkannya dengan kromatografi lapis tipis. Penjelasannya tergantung tingkatan pemilihan pelarut yang anda gunakan, dan beberapa sumber untuk mengatasi masalah secara tuntas. Jika anda telah pernah melakukannya, ini sangat membantu jika anda dapat membaca penjelasan bagaimana kromatografi lapis tipis bekerja.Struktur dasar kertas

Kertas dibuat dari serat selulosa. Selulosa merupakan polimer dari gula sederhana, yaitu glukosa.

Sangat menarik untuk mencoba untuk menjelaskan kromatografi kertas dalam kerangka bahwa senyawa-senyawa berbeda diserap pada tingkatan yang berbeda pada permukaan kertas. Dengan kata lain, akan baik menggunakan beberapa penjelasan untuk kromatografi lapis tipis dan kertas. Sayangnya, hal ini lebih kompleks daripada itu!

Kompleksitas timbul karena serat-serat selulosa beratraksi dengan uap air dari atmosfer sebagaimana halnya air yang timbul pada saat pembuatan kertas. Oleh karenanya, anda dapat berpikir yakni kertas sebagai serat-serat selulosa dengan lapisan yang sangat tipis dari molekul-molekul air yang berikatan pada permukaan.

Interaksi ini dengan air merupakan efek yang sangat penting selama pengerjaan kromatografi kertas.

Kromatografi kertas menggunakan pelarut non polar

Anggaplah anda menggunakan pelarut non polar seperti heksana untuk mengerjakan kromatogram.

Molekul-molekul polar da;am campuran yang anda coba untuk pisahkan akan memiliki sedikit atraksi antara akan memiliki sedikit atraksi untuk molekul-molekul air dan molekul-molekul yang melekat pada selulosa, dan karena akan menghabisakan banyak waktunya untuk larut dalam pelarut yang bergerak. Molekul-molekul seperti ini akan bergerak sepanjang kertas diangkut oleh pelarut. Mereka akan memiliki nilai Rf yang relatif tinggi.

Dengan kata lain, molekul-molekul polar akan memiliki atraksi yang tinggi untuk molekul-molekul air dan kurang untuk pelarut yang non polar. Dan karenanya, cenderung untuk larut dalam lapisan tipis air sekitar serat lebih besar daripada pelarut yang bergerak.

Karena molekul-molekul ini menghabiskan waktu untuk larut dalam fase diam dan kurang dalam fase gerak, molekul-molekul tidak akan bergerak sangat cepat pada kertas.

Kecenderungan senyawa untuk membagi waktunya antara dua pelarut yang tidak bercampur (misalnya pelarut heksana dan air yang mana tidak bercampur) disebut sebagai partisi. Kromatografi kertas menggunakan pelarut non-polar kemudian menjadi tipe kromatografi partisi.

Kromatografi kertas menggunakan air dan pelarut polar lainnya

Waktu akan mengajarkan anda bahwa partisi tidak dapat dijelaskan jika anda menggunakan air sebagai pelarut untuk campuran anda. Jika anda mempunyai air sebagai fase diam, tidak akan sangat berbeda makna antara jumlah waktu substansi menghabiskan waktu dalam campuran dalam bentuk lainnya. Seluruh substansi seharusnya setimbang kelarutannya (terlarut setimbang) dalam keduanya.

Namun, kromatogram pertama yang telah anda buat mungkin merupakan tinta menggunakan air sebagai pelarut.

Jika air bertindak sebagai fase gerak selayaknya menjadi fase diam, akan terdapat perbedaan mekanisme pada mekanisme kerja dan harus setimbang untuk pelarut-pelarut polar seperti alkohol, misalnya. Partisi hanya dapat terjadi antara pelarut yang tidak bercampur satu dengan lainnya. Pelarut-pelarut polar seperti alkohol rendah bercampur dengan air.

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA ANALITIK II

PERCOBAAN V

KROMATOGRAFI KERTAS

NAMA : ANNISA SYABATINI

NIM : J1B107032

KELOMPOK : 1

ASISTEN : SYANA ASRI N

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

2009

PERCOBAAN V

KROMATOGRAFI KERTAS

I. TUJUAN PERCOBAAN

Tujuan percobaan praktikum ini adalah untuk mempelajari Ag(I) dan Pb(II) dengan menggunakan metode kromatografi kertas.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pada awalnya kromatografi dianggap semata-mata sebagai bentuk partisi cairan–cairan. Serat selulosa yang hidrofilik dari kertas tersebut dapat mengikat air, setelah disingkapkan ke udara yang lembab, kertas saring yang tampak kering itu sebenarnya dapat mengandung air dengan persentase tinggi, katakan 20 % (bobot/bobot) akan lebih. Jadi kertas itu sebenarnya dapat mengandung air dengan persentase tinggi dan kertas itu dipandang sebagai analog dengan sebatang kolom yang berisi stasioner berair. Zat-zat terlarut itu padahal fase geraknya dapat campur dengan air akan dalam beberapa kasus, malahan fase geraknya adalah larutan itu sendiri (Day & Underwood, 1980).

Susunan serat kertas membentuk medium berpori yang bertindak sebagai tempat untuk mengalirkannya fase bergerak. Berbagai macam tempat kertas secara komersil tersedia adalah Whatman 1, 2, 31 dan 3 MM. Kertas asam asetil, kertas kieselguhr, kertas silikon dan kertas penukar ion juga digunakan. Kertas asam asetil dapat digunakan untuk zat–zat hidrofobik (Khopkar, 1990).

Selain kertas Whatman dalam teknik kromatografi dapat pula digunakan kertas selulosa murni. Kertas selulosa yang dimodifikasi dan kertas serat kaca. Untuk memilih kertas, yang menjadi pertimbangan adalah tingkat dan kesempurnaan pemisahan, difusivitas pembentukan spot, efek tailing, pembentukan komet serta laju pergerakan pelarut terutama untuk teknik descending dan juga kertas seharusnya penolak air. Seringkali nilai Rf berbeda dari satu kertas ke kertas lainnya. Pengotor yang terdapat pada kertas saring adalah ion-ion Ca2+, Mg2+, Fe3+, Cu2+ (Basset, 1994).

Dalam kromatografi, komponen-komponen terdistribusi dalam dua fase yaitu fase gerak dan fase diam. Transfer massa antara fase bergerak dan fase diam terjadi bila molekul-molekul campuran serap pada permukaan partikel-partikel atau terserap. Pada kromatografi kertas naik, kertasnya digantungkan dari ujung atas lemari sehingga tercelup di dalam solven di dasar dan solven merangkak ke atas kertas oleh daya kapilaritas. Pada bentuk turun, kertas dipasang dengan erat dalam sebuah baki solven di bagian atas lemari dan solven bergerak ke bawah oleh daya kapiler dibantu dengan gaya gravitasi. Setelah bagian muka solven selesai bergerak hampir sepanjang kertas, maka pita diambil, dikeringkan dan diteliti. Dalam suatu hal yang berhasil, solut-solut dari campuran semula akan berpindah tempat sepanjang kertas dengan kecepatan yang berbeda, untuk membentuk sederet noda-noda yang terpisah. Apabila senyawa berwarna, tentu saja noda-nodanya dapat terlihat (Day & Underwood, 1990).

Harga Rf mengukur kecepatan bergeraknya zona realtif terhadap garis depan pengembang. Kromatogram yang dihasilkan diuraikan dan zona-zona dicirikan oleh nilai-nilai Rf. Nilai Rf didefinisikan oleh hubungan:

Rf =


Jarak (cm) dari garis awal ke pusat zona

Jarak (cm) dari garis awal ke garis depan pelarut

Pengukuran itu dilakukan dengan mengukur jarak dari titik pemberangkatan (pusat zona campuran awal) ke garis depan pengembang dan pusat rapatan tiap zona. Nilai Rf harus sama baik pada descending maupun ascending. Nilai Rf akan menunjukkan identitas suatu zat yang dicari, contohnya asam amino dan intensitas zona itu dapat digunakan sebagai ukuran konsentrasi dengan membandingkan dengan noda-noda standar (Khopkar, 1990).

Proses pengeluaran asam mineral dari kertas desalting. Larutan ditempatkan pada kertas dengan menggunakan mikropipet pada jarak 2–3 cm dari salah satu ujung kertas dalam bentuk coretan garis horizontal. Setelah kertas dikeringkan, ia diletakan didalam ruangan yang sudah dijenuhkan dengan air atau dengan pelarut yang sesuai. Terdapat tiga tehnik pelaksanaan analisis. Pada tehnik ascending; pelarut bergerak keatas dengan gaya kapiler. Sedangkan ketiga dikenal dengan cara radial atau kromatografi kertas sirkuler (Basset, 1994).

Kromatografi bergantung pada pembagian ulang molekul-molekul campuran antara dua fase atau lebih. Tipe-tipe kromatografi absorpsi, kromatografi partisi cairan dan pertukaran ion. Sistem utama yang digunakan dalam kromatografi partisi adalah partisi gas, partisi cairan yang menggunakan alas tak bergerak (misalnya komatografi kolom), kromatografi kertas dan lapisan tipis ( Svehla, 1979).

Distribusi dapat terjadi antara fase cair yang terserap secara stasioner dan zat alir bergerak yang kontak secara karib dengan fase cair itu. Dalam kromatografi partisi cairan, fase cair yang bergerak mengalir melewati fase cair stasioner yang diserapkan pada suatu pendukung, sedangkan dalam kromatografi lapisan tipis adsorbennya disalutkan pada lempeng kaca atau lembaran plastik (Basset, 1994).

III. ALAT DAN BAHAN
A. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah botol penyemprot, tabung gelas, penutup tabung gelas, pipa kapiler, penggaris, gunting, pensil, pipet tetes.

1. B. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah kertas Whatman no. 1 ukuran 12×25 cm, larutan cuplikan 1 dan 2, larutan blanko 1 (Ag(I)) dan banko 2 (Pb(II)), larutan KI, larutan dikromat dan larutan asam asetat : air (1:1).

1. IV. PROSEDUR KERJA
1. Kertas Whatman no.1 dengan ukuran 12 x 25 cm disiapkan dan ditarik batas (dengan pensil) kira-kira 2 cm dari pinggir kertas.
2. Kertas dibagi menjadi 4 kolom dan diberi nomor pada tiap kolom.
3. Kolom 1 dan 3 ditetesi dengan cuplikan A dan B, dan kolom 2 dan 4 dengan larutan baku Ag (I) dan Pb (II).
4. Larutan pengembang disiapkan yang berisis dengan 12,5 mL larutan asam asetat:air (1:1).
5. Kertas ditempatkan dalam ruang pengembang, dijaga agar larutan pengembang tidak menyentuh cuplikan dan ditutup ruang pengembang.
6. Kertas diambil dari dalam larutan pengembang apabila kertas telah menyerap larutan pengembang hingga ¾-nya.
7. Pada kertas diberi tanda batas larutan pengembang dengan menggunakan pensil dan kertas dikeringkan.
8. Setiap dua buah kolom digunting dan disemprot dengan pereaksi pengenal. Larutan Ag (I) dengan dikromat menghasilkan warna merah dan Pb (II) dengan KI menghasilkan warna kuning.
9. Jarak perpindahan dari tiap komponen diukur dan dihitung nilai Rf nya.

1. V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil dan Perhitungan

1. Hasil

No.


Langkah percobaan


Hasil pengamatan

1.

2.

3.
Kertas saring diukur, dititolkan cuplikan

Ke dalam lar. Asam oksalat dimasukkan :

Aquades:air (1:1), ditunggu larutan naik ¾ kertas whatman

Kertas whatman dikeringkan, digunting setiap 2 kolom, disemprot dengan pereaksi pengenal

Ag(I)+dikromat à merah

Pb(II)+KI à kuning






A Ag B Pb

A Ag B Pb

Pelarut

A = 6,5 cm

Ag = 6,5 cm

B = 6,3 cm

Pb = 6,3 cm

Komponen

A = 5,3 cm

Ag = 5,6 cm

B = 5,6 cm

Pb = 5,8 cm

1. 2. Perhitungan

Diketahui : Kolom A: jarak komponen tertentu = 5,3 cm

jarak gerak pelarut = 6,5 cm

Kolom Ag: jarak komponen tertentu = 5,6 cm

jarak gerak pelarut = 6,5 cm

Kolom B: jarak komponen tertentu = 5,6 cm

jarak gerak pelarut = 6,3 cm

Kolom Pb: jarak komponen tertentu = 5,8 cm

jarak gerak pelarut = 6,3 cm

Ditanya : Nilai Rf cuplikan dan larutan standar ?

Jawab:

1. Rf larutan cuplikan

Rf =

Rf cuplikan A = = 0,8154

Rf cuplikan B = = 0,8889

1. Rf larutan standar

Rf =

Rf larutan Ag (I) = = 0,8615

Rf larutan Pb (II) = = 0,9206

B. Pembahasan

Dalam percobaan ini digunakan kertas kromatografi sebagai medium penyerapan larutan pengembang. Kertas tersebut diukur dan dibagi menjadi empat bagian. Pada kolom 1 sampai kolom empat secara berturut-turut ditetesi dengan cuplikan; larutan Ag (I); cuplikan; larutan Pb (II) dengan menggunakan mikro pipet. Setelah kering, kertas dicelupkan dalam larutan pengembang yang berisi 12,5 mL larutan asam asetat dalam air dengan perbandingan 1:1. Senyawa-senyawa yang akan dideteksi berupa blanko yang mengandung Ag(I) dan blanko 2 mengandung Pb(II) serta sampel 1 dan sampel 2 yang kemungkinan mengandung kedua senyawa diatas. Logam-logam Ag dan Pb dapat dipisahkan melalui perbedaan Ksp nya sebagai garam klorida, AgCl dan PbCl2, karena ion-ion logam ini memiliki sifat yang polar yang dapat larut dalam pelarut-pelarut polar seperti air. Karenanya dalam pemisahan dengan metode kromatografi kertas ini digunakan ion-ion logam yang merupakan logam golongan I.

Dalam percobaan ini digunakan metode ascending, dimana pelarut maupun komponen akan teradsopsi dan bergerak ke atas dengan gaya kapiler pada kertas kromatografi, berlawanan dengan gaya gravitasi hingga ¾ bagian dari panjang kertas kromatografi tersebut. Dari hasil percobaan didapatkan jarak gerak pelarut atau larutan pengembang pada kolom satu sampai dengan kolom empat secara berurutan yaitu sebesar 6,5 cm; 6,5 cm; 6,3 cm; 6,3 cm. Kertas kromatografi tersebut dikeringkan dan dibagi menjadi 2 bagian, bagian pertama terdiri dari kolom 1 dan 2, sedangkan bagian kedua terdiri dari kolom 3 dan 4. Kolom 1 dan 2 diuji dengan menyemprotkan larutan dikromat pada potongan kertas kromatografi. Sedangkan kolom 3 dan 4 diuji dengan menyemprotkan larutan KI pada potongan kertas kromatografi yang kedua. Penyemprotan dilakukan dengan hati-hati karena larutan tersebut cukup berbahaya.

Jarak titik atau noda yang terbentuk setelah melalui proses penyemprotan dengan larutan pengenal dikromat dan KI yang tampak pada kertas kromatografi secara berurutan sebesar 5,3 cm; 5,6 cm; 5,6 cm; 5,8 cm. Penyemprotan dengan larutan dikromat menghasilkan noda berwarna orange kemerahan, sedangkan dengan larutan KI menghasilkan noda warna orange. Dari hasil warna tersebut maka diketahui bahwa pada cuplikan 1 terkandung ion-ion logam Ag(I), sesuai dengan senyawa yang terkandung dalam blanko 1. Sedangkan pada cuplikan 2 terbukti mengandung ion-ion logam Pb(II), seperti dalam larutan blanko 2 yang mengandung ion logam Pb(II). Reaksi yang terjadi pada sampel 1:

2 Ag + CH3COOH AgOH + CH3COOH

AgOH Ag+ + OH-

Ag+ + CrO42- Ag2CrO4

merah

Sedangkan pada sampel 2 yaitu:

Pb2+ + 2CH3COOH Pb(OH)2 + (CH3COO)2Pb

Pb(OH)2 Pb2+ + 2OH-

Pb2+ + 2KI PbI2

kuning

Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan besarnya harga Rf untuk cuplikan 1 dan larutan Ag (I) adalah 0,8154 berwarna kuning dan 0,8615. Sedangkan besar Rf pada cuplikan 2 dan larutan Pb (II) yaitu sebesar 0,8889 berwarna kuning dan 0,9206.

VI. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah:

1. Kromatografi kertas merupakan kromatografi dengan menggunakan kertas penyaring sebagai penunjang fase diam dan fase bergerak, berupa cairan yang terserap di antara struktur pori kertas.
2. Dalam cuplikan 1 terkandung ion-ion logam Ag(I), sesuai dengan senyawa yang terkandung dalam blanko 1. Sedangkan dalam cuplikan 2 terkandung ion-ion logam Pb(II), seperti pada blanko 2 yang mengandung ion logam Pb(II).
3. Besarnya harga Rf untuk cuplikan 1 dan larutan Ag (I) adalah 0,8154 dan 0,8615.
4. Besar Rf pada cuplikan 2 dan larutan Pb (II) yaitu sebesar 0,8889 dan 0,9206.

DAFTAR PUSTAKA

Basset, J, et al. 1994. Buku Ajar Vogel; Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.

Day & Underwood. 1980. Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta.

Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Svehla, G. 1979. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semi Mikro Jilid 1 Edisi Kelima. PT. Kalman Media Pustaka. Jakarta.